Rabu, 21 Mei 2014

Mengintip Wajah Mesir

Judul Buku      : Mesir Suatu Waktu
Penulis           : Dian Nafi dan Rabiah Adawiyah
Penerbit         : PT GRASINDO
Tahun Terbit   : 2013
Tebal Buku      : vii + 128 Halaman
ISBN               : 978-602-251-138-0


Universitas Al-Azhar menjadi pintu utama penulis menjelajah Mesir dan segala isinya. Berbekal keberanian dan keinginan memperdalam ilmu Syariah Islam, penulis memilih menimba ilmu ke negeri orang. Menjejakkan kaki ke sebuah universitas tertua di dunia. Mengasah otak bersama para mahasiswa lain dari berbagai belahan dunia. Meninggalkan keluarga di Demak, menitipkan rindu untuk mereka melalui sebuah doa.


Penulis mengajak kita mengenal Mesir lebih dalam, tak sekadar padang pasir dan onta. Tapi lebih bagaimana roda kehidupan di sana. Bagaimana adaptasi sebagai mahasiswa dan penduduk baru. Yang tentunya tak mudah dan butuh waktu. Rasa kekeluargaan dan persabatan sesama mahasiswa Indonesia mengikis itu semua. Mereka ada untuk berbagi.
Ngupret menjadi kenangan dan pengalaman tersendiri bagi penulis. Mengenali sejarah dan seluk beluk Cairo lebih dalam. Bersama anggotangupret penulis menelusuri rute yang telah ditentukan dengan jalan kaki.

Pengalaman lain penulis ketika menjelajahi Alexandria. Backpacker pertama kalinya bagi penulis. Mengelilingi kota kecil bersama sahabatnya dan tersesat saat mencari Alexandria National Museum. Menghabiskan waktu berjam-jam demi museum tersebut.

Cerita lain yang tak kalah seru kala penulis berburu beasiswa. Ingin meringankan beban sang ibu, penulis mengajukan beasiswa ke universitas tapi gagal karena kuota penuh. Alih-alih mencoba ke salah satu instansi pemberi beasiswa terbesar pelajar asing di Universitas Al Azhar dan ternyata lolos. Kesabaran penulis berbuah manis, nominal beasiswanya lebih besar daripada beasiswa dari universitas.

Paling berkesan dari novel ini (hal 35)

 Berhaji menjadi impian penulis sejak dulu. Berkat dorongan dan doa sang ibu penulis berhaji lewat Mesir yang persyaratannya lebih rumit. Semua itu tak mematahkan langkah penulis. Usaha dan doa tak pernah lepas. Hingga akhirnya penulis berhasil haji lewat Mesir. Dan tahun itu adalah tahun terakhir mahasiswa Indonesia boleh berhaji lewat Mesir. Tahun selanjutnya jika berhaji harus mengikuti kuota negara masing-masing.

Demo menuntut presiden Mubarak turun membuat Mesir rusuh dan kisruh. Bagaimana penulis merasakan ketakutan, dicurigai warga Mesir, petugas sipil, hingga melonjaknya harga bahan makanan. Kerusuhan yang terus berlanjut membuat semua mahasiswa Indonesia dievakuasi. Seharusnya penulis mendapatkan jatah evakuasi kolter kedua tapi ditolak. Penulis masih ingin tinggal di Mesir. Jiwanya tak bisa jauh dari negeri para nabi ini. Hingga akhirnya penulis tak kuasa menolak lagi. Mau tak mau harus kembali ke Indonesia. Ini adalah kedua kalinya penulis pergi meninggalkan Mesir. Dari lubuk hati terdalam, penulis tetap ingin kembali ke Mesir suatu saat nanti. Kembali menjamah tanah haram.

sumber : http://lestarotarmoth.blogspot.com/2014/05/mengintip-wajah-mesir.html

Dua Wajah Mesir

Judul Buku: Mesir Suatu Waktu
Penulis: Dian Nafi dan Rabiah Adawiyah
Penerbit: PT. Grasindo
Tebal: VIII 126 halaman
ISBN: 9786022511380
mesir
Memoar ini mengupas Mesir dari dua sisi. Kumpulan catatan perjalanan salah satu penulis, Rabiah, selama kuliah di fakultas Syari’ah Islamiyah Universitas Al-Azhar Cairo. Bersama sang kakak, Dian Nafi, Rabiah menceritakan kembali pengalamannya selama merantau di Mesir.
Entah harus merasa beruntung atau buntung karena Rabiah menginjakkan kaki ketika gejolak Mesir bertabuh. Demonstrasi menjadi pemandangan setiap hari. Suara tembakan juga kerap kali mengiringi langkah.
“Sudah beberapa hari ini, sejak demo yaum al-ghodob, tiap malam kami mendengarkan tank-tank tentara berjalan pelan melewati jalan besar dekat imarah kami menuju Hay Asyir (hal. 102).”
Suasana kian memanas ketika tiada akses informasi, persediakan makanan dan minuman yang menipis, hingga akhirnya jalur evakuasi warga Indonesia pun dibuka. Namun, Rabiah lebih memilih menetap dahulu di wilayah konflik, dan memberikan ‘jatah’nya kepada kawan yang sangat panik. Hhhmmm saya akui itu bukan keputusan yang umum.
Di bab lain, penulis juga menggelontorkan eksotisme wisata Mesir. Melalui buku ini, saya jadi tahu kalau di Cairo ada komunitas Kupretist du Caire, adalah komunitas yang terbuka untuk umum bagi pendatang yang ingin menjelajah sejarah Cairo. Komunitas yang mengajak Rabiah menginjakkan kaki di Masjid Sayyidah Aisyah, masjid kembar yaitu masjid Sultan Hasan dan Rifa’I, sampai Amir Thaz Palace.
Pengalaman paling unik Rabiah adalah menunaikan haji yang berangkat dari Mesir. Untungnya, tahun tersebut adalah batas akhir bagi jamaah haji yang datang bukan dari negaranya sendiri. Dalih Rabiah masuk akal, karena jauh lebih murah.
Di akhir buku, penulis menutup cerita dengan membeberkan tip perjalanan ke Mesir. Contohnya, bulan apa yang tepat untuk mengunjungi Mesir, apalagi udara setempat terkadang kurang sesuai dengan kulit orang Indonesia. Selain itu, ada pula tip memilih akomodasi yang terpercaya, sampai cara menyesuaikan makanan setempat yang identik dengan roti dan bumbu tersendiri.
Buku yang tidak hanya memaparkan cerita jalan-jalan, tetapi pengalaman Rabiah mengenai kehidupan di Mesir dengan dua wajahnya. Penulis pun seolah-olah mengajak saya berkelana di negeri piramida

sumber : http://wurinugraeni.wordpress.com/2013/12/27/dua-wajah-mesir/

Menelusuri Mesir Lewat Mesir Suatu Waktu

Menelusuri Mesir Lewat Buku Mesir Suatu Waktu

Dear Temans,

Alhamdulillah, Jumat tanggal  13 September, saya bisa menghadiri acara bedah buku Mesir Suatu Waktu, karya Mbak Dian Nafi dan adiknya, Rabiah Adwiyah di Gramedia Pandanaran Semarang. Kedua penulis asal Demak ini nampak segar dan cantik dengan setelan birunya. 

Sayangnya, saya datang agak terlambat. Buku Mesir Suatu Waktu ini adalah buku memoir atau pengalaman ketika adik mbak Dian, Rabiah berkuliah di Al Azhar, Mesir jurusan Syariah Islamiyah dan lulus tahun 2011. Rabiah berhasil mencapai impiannya yang juga cita-cita sang ayah, ingin kuliah di Mesir. 

Ditulis bersama sang kakak yang penulis kawakan, buku ini terasa asyik dibaca. Oh iya, buku ini memenangkan PSA Award, ajang pencarian naskah yang diselenggaraka oleh Penerbit Grasindo, Jakarta. Keren ya.

Di sore cerah itu, Rabiah membagikan pengalamannya mengapa ia menulis memoir itu. Tak sekedar menceritakan kisah berkuliahnya, tapi ia sedang di Mesir ketika kerusuhan di Mesir pecah. Halk itulah yang ia ingin bagikan dengan pembaca. Bagaimana ia dan teman-temannya mengalami ketegangan dan ketakutan saat bahaya mengancam.  Bagaimana ketegaran seorang Rabiah yang mendahulukan teman-temannya yang ketakutan untuk pulang ke tanah air. 

Mbak Dian juga memberikan tips bagaimana menulis memoir. Kata beliau, harus ada sesuatu yang bisa dipetik pembaca. Kalau hanya menulis pengalaman kuliah di Al Azhar, banyak orang Indonesia yang kuliah disana.  Atau berguru di Tibet,  memang itu tujuan orang kesana. Atau perjalanan ke Paris, Thailand, dll, semua bisa mengalaminya.  Harus ada suatu kejadian atau pengalaman yang menginspirasi. 

Buku ini tidak tebal, hanya sekitar 122 halaman, tapi cukup padat, ada tips perjalanan ke Mesir juga foto-foto pemandangan dan lanskap Mesir yang indah memesona. Beberapa peserta nampak antusias untuk bertanya. Ingin mengetahui tips menulis memoir, dan sebagainya. 

Selesai acara, anggota IIDN Semarang meminta tanda tangan dan berfoto bersama ehm, seperti biasa narisis akut hihi, bersama para penulis. Selamat ya mbak Dian dan Rabiah, bukunya keren dan inspiratif. Bikin aku ingin kuliah lagii..:)

sumber : http://dewirieka.blogspot.com/2013/09/menelusuri-mesir-lewat-buku-mesir-suatu.html

Cairo, Rumah Keduaku





Judul Buku : Mesir Suatu Waktu


Penulis : Dian Nafi dan Rabiah Adawiyah
Penerbit : PT. Grasindo
Perancang sampul : Innerchild Studio
Jumlah Halaman :124
Cetakan pertama : Juli 2013
ISBN 10 : 978-602-251-138-0




Melanjutkan studi di luar negeri memang memiliki tantangan tersendiri, apalagi kendala bahasa yang terus menghadang. Tak cuma Bahasa Inggris yang menjadi keharusan untuk dikuasai apabila ingin sekolah di luar negeri. Bahasa Arab juga penting.

Dengan bahasa, kita bisa menguasai ilmu dan tanpanya kita akan berada dalam kegelapan (kebodohan) - hal. 16

Itulah yang dialami oleh Rania saat awal mengikuti kuliah Syariah Islamiyyah di Universitas Al-Azhar, Cairo. Meskipun sudah memiliki dasar penguasaan Bahasa Arab saat bersekolah di Aliyah, Rania tetap mengalami kendala bahasa saat mengikuti kuliah. Rupanya sang dukturah (dosen perempuan) menggunakan Bahasa 'Amiyah, bahsa pasaran yang digunakan orang Arab, khususnya Mesir dalam pemakaian sehari-hari. Bahasa ini tidak sesuai dengan Bahasa Arab Fusha, Bahasa Arab fasih yang disesuaikan dengan Al-Quran.

Beruntung sekali Rania memiliki kakak-kakak senior yang berperan besar dalam membantu adaptasi bahasanya. Tak sekadar dalam perkuliahan saja uluran tangan mereka itu, berbagai aktivitas Rania selama masa perkuliahan pun makin berwarna dengan campur tangan mereka. Mulai dari menjadi kru redaksi buletin informatika, berburu minhah (beasiswa), ngupret (jelajah sejarah), bahkan hingga berangkat haji dari Mesir pun bisa dilakukannya. 

Rania sungguh berjuang untuk menyelesaikan kuliah di Al-Azhar demi memenuhi harapan ibunda tercinta. Ibu yang setiap bulan mengirimkan uang untuk biaya hidupnya yang tidak sedikit selama tinggal di Mesir. Oleh karena itulah Rania berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk mendapatkan beasiswa. Meski gagal mendapatkannya dari Al-Azhar langsung, dia tidak putus asa. Dicobanya taqdim (pengajuan permohonan)al-minhah (beasiswa) ke salah satu instansi pemberi beasiswa terbesar pada pelajar asing di Universitas Al-Azhar. Nama istansi itu adalah Bait az-Zakat al-Kuwayty, milik negara Kuwait sebagai pengelola dan penyalur zakat pada pelajar.

Selain serius kuliah, Rania tidak menyia-nyiakan waktu yang dimilikinya selama berada di bumi Kinanah. Berjalan-jalan hingga Alexandria dilakukannya bersama teman-teman.Mulai dari Bibliotheca Alexandrina, Planetarium, Fortress of Qaitbey, Roman Aphitheater, Montazapalace Gardens, Pompey's Pillar, Catacombs of Kom Es-Shoqafa, hingga ke Alexandria National Museum. Dengan dana terbatas, Rania harus pandai memilih sarana transportasi dan alternatif akomodasi.



Saat kakak-kakaknya pergi berhaji, Rania pun mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Baitullah dengan cara yang sangat unik. Berawal dari keinginan sang ibu agar Rania bisa berhaji barengan dengan kakak tercintanya. Mumpung ada di Mesir, tak jauh dari Mekah dan Madinah bila dibandingkan dari Indonesia. Meskipun cukup ribet persyaratan yang harus dipenuhi, akhirnya Rania bisa juga berangkat.

Kerusuhan yang terjadi di Mesir seiring dengan gerakan untuk menurunkan Presiden Mubarak dari tampuk pimpinan sangat mempengaruhi perjalanan studi Rania. Berbagai demonstrasi terjadi, kantor polisi dibakar, penjarahan dimana-mana. Sungguh situasi yang mencekam. Warga negara Indonesia pun secara bertahap mulai dievakuasi.

Bagaimana dengan Rania dan masa depannya? Tuntaskah kuliahnya dengan kondisi negara yang rawan tersebut?

***

Kisah Mesir Suatu Waktu ini banyak memberikan wacana, tak hanya seputar lika-liku persiapan studi ke negara berbasis bahasa Arab. Berbagai tips perjalanan wisata pun ada di buku ini. Traveling ala backpacker yang kini kian digemari secara tak sengaja dipaparkan di sini.

Tokoh di dalam kisah ini, Rania, memberdayakan segala yang ada dalam dirinya untuk menjalani kehidupan anak kampus yang tidak biasa-biasa saja di negeri orang. Tekadnya untuk meringankan beban orang tua membuatnya berusaha sekuat mungkin mendapatkan beasiswa. Dengan dana beasiswa itulah Rania bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan sanggup pula mengalokasikan dana yang ada untuk menjelajah Mesir.

Saat diundang oleh Mba Etik seniornya untuk berkunjung ke Alexandria, Rania menangkap kesempatan yang mungkin tak akan terulang lagi. Setelah berhitung dengan cermat, Rania memutuskan untuk memenuhi undangan tersebut. Berbagai penghematan dilakukannya saat bepergian ini, mulai dari memilih kereta ekonomi dengan harga karcis paling murah, hingga mempersiapkan bekal sebelum berangkat. Yah, seperti trik para backpacker pada umumnya, bila di salah satu unsur persiapan perjalanan harus mengeluarkan biaya tinggi, paling tidak di pos yang lain harus bisa dipangkas untuk menyesuaikan dengan budget yang terbatas.

Agar bisa mengunjungi berbagai tempat yang harga tiket masuknya cukup mahal, Rania melakukan berbagai pengiritan di sana-sini. Untunglah teman-teman seperjalanannya mendukung. Mereka semua backpacker handal menurut saya. Perlu dicontoh nih :)

Buku traveling ini tak semata-mata memberikan panduan bagaimana untuk sampai ke suatu tempat, kisaran biaya dan pernak-pernik lainnya. Sisi lain sang tokoh juga dieksplor dengan kuat. Penguasaan setting sangat membuat saya kagum. Berbagai istilah dengan Bahasa Arab, yang jujur saja membuat saya harus bolak-balik membuka lembar buku, ditampilkan tanpa berkesan sok. Ada kan ya beberapa buku yang menyelipkan berbagai istilah bahasa asing agar tampil modern ;)  Di buku ini selipan istilah itu justru makin memperkuat jalinan kisah yang ada.

Misalnya saja saat di bab awal, saat mengisahkan kehidupan Rania di kampus dengan berbagai masalah yang dihadapinya. Pemakaian kata dukturah, Tansiq, syahadah, Mabna Jadid, maddah dan lain sebagainya, membuat kisah ini kian nyata. Menyatu sekali dengan penggambaran tempat berlangsungnya cerita. Lumayan lah, sedikit-demi sedikit saya jadi tau juga bahasa Arab :)

Ruz bil basal, nasi putih berbumbu yang dicampur dengan sedikit mie berpotongan kecil-kecil dan dibaburi kacang-kacangan, adas dan bawangya  goreng. hal 50

Pemakaian istilah dengan Bahasa Arab ini juga dilakukan saat Rania melakukan perjalanan wisata maupun haji. Salah satunya saat menceritakan makanan khas di Mesir, ruz bil bazal. Saya sampai kepo mencari di search engine tentang makanan ini :)

Sayangnya ada beberapa inkonsistensi penulisan yang terjadi di buku ini, seperti :
  • di halaman 26 : ....mesti memilih dari beberapa tema yang telah ditetapkan dan terter di sana. Semestinya tertera, bukan terter
  • hal. 26, terdapat pemenggalan kata per-Nahentah salah edit atau bagaimana sehingga terpenggal secara aneh begini ;)
  • Sambil menunggu mereka, beberapa dari kami yang belum sempat sarapan, di antaranya adalah kami berempatBukankah terasa janggal kalimat ini? Kurang tepat penekanannya untuk menunjukkan maksud bahwa orang-orang yang belum sarapan akan melakukan aktivitas makan sembari menunggu.
  • Penyebutan nama yang membuat bingung seperti di hal. 62, tiba-tiba ada nama Mbak Elok, padahal sebelumnya yang disebut adalah Mbak Etik. Juga Kak Raka menjadi Kak Aan (hal. 70), Mbak Nafi menjadi Mbak Dian tanpa dijelaskan bahwa kedua nama ini mengacu pada orang yang sama.
Masih ada beberapa inkonsistensi tulisan yang saya yakin ini bukan karena disengaja. Pun tidak terlalu mengganggu keseluruhan kisah.

Buku ini sangat recommended untuk para penggila jalan-jalan. Tak hanya Eropa dan Amerika saja loh yang memiliki tempat-tempat menawan yang layak dikunjungi. Ada Mesir di bumi Afrika yang tak kalah eksotisnya. Ada patung, sphinx, pilar, peti dari bebatuan, berbagai monumen bersejarah yang ditemukan di laut Alexandria, semua disajikan dengan indah di Roman Amphitheater dan Umudu as-Sawary (Pompey's Pillar), sebuah museum terbuka. 

Biaya perjalanan juga disebutkan dalam buku ini meski tidak berupa tabel-tabel harga :)  Jauh lebih hidup karena dikemas dalam satu rangkaian kisah. Bagaimana si tokoh begitu mencintai Cairo sebagai rumah keduanya ternarasikan dengan begitu halus di buku ini. Saya jadi bisa membayangkan utuhnya kehidupan seorang mahasiswa yang harus menyelesaikan berbagai problematika kuliah di luar negeri, berpadu dengan hangatnya kisah perjalanan yang dilakukan sang tokoh saat bepergian ke berbagai tempat, baik untuk kepentingan wisata maupun berhaji. Buku ini sangat layak untuk dikoleksi 

- See more at: http://resensibuku-uniek.blogspot.com/2014/05/cairo-rumah-keduaku.html#sthash.IPf6AoTS.dpuf

Sabtu, 14 September 2013

Diskusi Buku Mesir Suatu Waktu



Alhamdulillah. Diskusi Buku Mesir Suatu Waktu di tobuk Gramedia Pandanaran Semarang berlangsung sukses dan lancar kemarin. Jumat 13 September 2013 jam 3 sore.


Bersama Rabiah Adawiyah, si bungsu yang lulusan Al Azhar Kairo, saya menulis buku ini. Dan bersamanya juga, sore indah kemarin kami menikmati kebersamaan dengan teman-teman yang hadir dalam acara diskusi buku ini.


Antusiasme teman-teman yang datang dari beberapa komunitas (Hasfriends, IIDNS, FLP, Komunitas Pena Kita) serta pengunjung menjadikan acara ini berlangsung seru. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dari seputar buku, proses kepenulisan sampai dengan situasi Mesir dsb. Sampai-sampai doorprize sepuluh buku dari penerbit habis dibagikan buat para penanya :D

Usai diskusi buku Mesir Suatu Waktu, seperti yang sudah dijanjikan, saya berbagi sedikit mengenai kepenulisan memor. Semoga berkah, manfaat dan menginspirasi. Aamiin.



Dilanjutkan dengan book signing dan foto bersama, seperti biasanya :)




Terima kasih untuk dukungan dari semua pihak, Gramedia, Grasindo dan teman-teman komunitas. Pak Broto, mbak Nanda, mas Yoga, pak mas Adinto, pak Bimo, mak Dew, Wuri, Keisya, Sikha, Lala, dan semuanya.


Juga terima kasih  untuk adikku yang cantik. Yang menemaniku lagi  malamnya, meeting seru dengan klien konsultan arsitekturku yang meskipun cas cis cus ngomongnya (karena orang Spanyol) tetapi ramah dan suka guyon :D



Jumat, 30 Agustus 2013

LiveTwit #FridayTalk with Grasindo




Buku Mesir Suatu Waktu di Toko buku Gramedia
Alhamdulillah malam ini dalam rangka promo buku Mesir Suatu Waktu, diadakan Livetwit Friday Talk dengan penerbit Grasindo :)

Berikut petikannya :



1.       #FridayTalk Hallo @ummihasfa , kesibukan apa yang sedang dikerjakan akhir – akhir ini ?

@grasindo_id Membuat desain arsitektur kawasan villa di Jepara,  menulis novel, cerpen dan naskah lainnya #FridayTalk

2.       #FridayTalk Di mata @ummihasfa, buku #MesirSuatuWaktu itu seperti apa?
.
@grasindo_id Dia merupakan hadiah bagi persahabatan saya dengan adik saya #FridayTalk
@grasindo_id Sekarang kami sedang menulis duet lagi bersama adik saya dan sudah menjadi novel pesanan Grasindo :D #FridayTalk

3.       #FridayTalk Bisa @ummihasfa ceritakan sekilas tentang buku #MesirSuatuWaktu ?

@grasindo_id Ini buku yang komplit,ada panduan belajar di Mesir, travelling, persahabatan yang  dibungkus dalam kisah/cerita. #FridayTalk
@grasindo_id Juga menceritakan pengalaman - pengalaman  menegangkan saat kerusuhan Mesir 2011 #FridayTalk


4.       #FridayTalk Apakah ada semacam riset khusus yg dilakukan @ummihasfa dalam pengambilan cerita dalam buku #MesirSuatuWaktu ?

@grasindo_id Saya menodong adik saya yang baru saja pulang dari Al-Azhar Mesir waktu itu untuk menulis sebuah buku bersama #FridayTalk
@grasindo_id Dia yang mengalami langsung semua peristiwa – peristiwa yang ada di Mesir saat itu #FridayTalk
@grasindo_id Lalu sebagian saya tulis berdasarkan ceritanya, dan sebagiannya lagi dia yang langsung menulisnya sendiri #FridayTalk




5.       #FridayTalk kira – kira suka duka @ummihasfa itu seperti apa ketika menulis #MesirSuatuWaktu?

@grasindo_id Adik saya sempat berhenti beberapa kali dalam proses penulisan buku ini #FridayTalk
@grasindo_id dikarena dia sendiri merasa tidak yakin bahwa tulisannya layak untuk dijadikan buku dan diterbitkan #FridayTalk
@grasindo_id Tapi saya mendorongnya terus supaya  kami bisa menyelesaikan apa yang telah kami mulai ini #FridayTalk


6.       #FridayTalk Apa yang paling unik atau seru dari #MesirSuatuWaktu itu menurut @ummihasfa ?

@grasindo_id Yang paling unik dari buku ini yaitu karena ada kiat-kiat sukses belajar di Al Azhar #FridayTalk
@grasindo_id Yg dimana kiat – kiat sukses belajar ini disampaikan dalam bentuk kisah – kisah yang menginspirasi #FridayTalk
@grasindo_id Yang paling menegangkan  saat  terjadi kericuhan, malam dan hari-hari mencekam kala kerusuhan Mesir terjadi #FridayTalk

7.       #FridayTalk Melihat Mesir yg sedang bergejolak dan memakan korban jiwa saat ini, bagaimana pendapat @ummihasfa?

@grasindo_id Sangat disayangkan bahwa keserakahan manusia menyebabkan bumi para Nabi ini bersimbah darah #FridayTalk
@grasindo_id Kita terus berdoa bersama supaya segera terselesaikan segala masalah dan Mesir kembali damai #FridayTalk

8.       #FridayTalk apa yang ingin @ummihasfa sampaikan kepada para pembaca lewat #MesirSuatuWaktu?

@grasindo_id Dunia ini seluas harapan, sesempit ketakutan. Diciptakan kehidupan untuk kebahagiaan #FridayTalk
@grasindo_id Semakin tampak semakin tiada, semakin meniada semakin tampak.  Menjadi gelap mulia ketika melahirkan cahaya #FridayTalk
@grasindo_id Tiap peristiwa itu pembelajaran. Bukankah setiap bangun kt melupakan tidur & setiap ngantuk kt menampikkan bangun? #FridayTalk 
@grasindo_id Maka mereka yang bersyukur itu bukan saja keren karena langka, tetapi juga mempertahankan putaran dunia #FridayTalk
@grasindo_id Bersyukur itu kehangatan, maka dia membagi seperti air, angin dan tanah . Rabbena Ma’ak Yaa Masr! #FridayTalk

9.       #FridayTalk Apa agenda selanjutnya dari @ummihasfa ? apa akan menulis buku lagi?
grasindo_id insyaAllah roadtrip utk nulis sebuah novel yg disiapkan utk film. Sekalian ke Ubud krn dpt tiket gratis dr UWRF #FridayTalk

@grasindo_id dan tentu saja menyelesaikan beberapa PR menulis novel&buku lainnya. InsyaAllah akan terus menulis. Doakan ya #FridayTalk

Diskusi Buku Mesir Suatu Waktu



Insya Allah Diskusi Buku Mesir Suatu Waktu akan diselenggarakan

Hari/Tanggal : Jumat 13 September 2013

Jam : 15.00WIB-17.00WIB

Tempat : Toko buku Gramedia Pandanaran Semarang Lt. 2

Nara sumber : Penulis Mesir Suatu Waktu (Dian Nafi dan Rabiah Adawiyah)

Peserta : Umum dan Komunitas Kepenulisan

Acara & Materi :


- Diskusi Buku Mesir Suatu Waktu

- Sharing kepenulisan dan tips bagaimana menulis memoir