"Boussy ya Bent, el-khattath 'amil ghalath fi ketabat ismi abiik. Fa as-syahadah laazim at-tahqiq. We momkin hatigii taani ba'da usbu' au 'asyrat ayyam keda, syoufi hom beyoul eih, mesyi?"
"Begini nak, penulisnya melakukan kesalahan dalam menulis nama Bapakmu. Jadi ijazah harus diperiksa dulu. Mungkin kamu bisa datang seminggu atau sepuluh hari lagi, lihat nanti mereka ngomong apa, oke?"
Ijazah yang masih harus diperbaiki menjadikanku punya waktu lebih lama lagi tinggal di Mesir. Menambah masa jalan-jalanku setelah sebenarnya di antara masa perkuliahan di AlAzhar Kairo juga sudah kugunakan untuk menjelajahi negeri para Nabi ini. Ahahay…. Ayo melihat sisi baik dari semua peristiwa yang kelihatannya tidak menyenangkan. Iya kan. Seperti juga beberapa perjalanan menelusuri sudut-sudut bumi seribu menara ini. Bersamanya, ada tangis, tawa, suka, duka, cinta. Dalam setiap travelling yang melelahkan sejatinya para pejalan sekaligus mendapatkan edukasi. Selain mempererat persahabatan ternyata juga menambah ilmu, wawasan, pengalaman, kebajikan dan kebijakan.
Sudut-sudut kampus Al Azhar Kairo adalah juga destinasi yang menyenangkan. Klasik dan penuh aura sakral intelektual juga spiritual. Bagi mereka yang juga ingin menimba ilmu di universitas tertua di dunia, membaca buku ini bisa memberikan ilustrasi seperti apakah perkuliahan dan juga pertemanan di sana. Antara teman sesama dari Indonesia, dari berbagai belahan dunia, hubungan dengan dukturah atau dosen-dosennya juga dengan penduduk setempat di lingkungan mahasiswa tinggal. Bagaimana adaptasinya, lika-liku pergaulan, dinamika organisai, adabnya dll.
Untuk menjelajahi seantero Mesir, tinggal bergabung dengan Kupretist du Caire, sebuah kelompok yang rutin mengadakan jelajah sejarah seputar Cairo. Terbuka bagi siapapun, komunitas ini memiliki kredibilitas yang tinggi. Ada Chocoters –istilah untuk guide- yang menjelaskan segala detil sejarah sepanjang perjalanan.
Saliba, Masjid Sayyidah Aisyah, Benteng Salahuddin Al-Ayyubi, Masjid Sultan Hassan, Masjid Rifai, masjid Mahmud Pasha, Sabil wa Kuttab Sulthan Qaytbay, Masjid Qanibay al-Muhammadi, masjid Khankah Amir Saykhu, Amir Thaz Palace, Masjid Ibn Toulun, Hay Asyir, kawasan pusat Sayyidah Zaenab, Medan Tahrir, pantai Alexandria, Bibliotheca Alexandrina, Planetarium, Fortress Of Qaitbey, pasar malam Ma3moureyya, Makam Imam Mursy, makam Imam Syarafuddin al-Bushiri, makam dua belas imam Syiah, makam Nabi Danial, makam Lukmanal-Hakim dan anaknya, Roman Amphitheater, makam Abu Darda’, Montazapalace Gardens, Pompey’s Pillar, Catacombs Of Kom Es-Shoqafa, Alexandria National Museum, Muthaf al-Iskandariyah al-Qoumy.
Bagaimana rasanya nonton konser musikal di Kedubes Perancis di Mesir. Bagaimana rasanya malam-malam naik kereta yang jendela kacanya pecah dan berlubang-lubang, padahal sedang musim dingin. Bagaimana rasanya melihat orang-orang membawa senjata di sekeliling kita yang bahkan bukan negeri sendiri. Bagaimana rasanya mendengar suara-suara tembakan, tank-tank berlalu lalang saat kerusuhan Mesir terjadi. Bagaimana rasanya ketika semua teman sudah dievakuasi, dan tinggal sendirian karena kemarin kadung rela memberikan seat untuk yang lebih membutuhkan. Stock makanan menipis, semua harga melambung, bank-bank tutup sehingga tak ada pengisian uang di mesin atm sedangkan tak ada lagi uang lagi di tangan. Bagaimana indahnya pantai, istana, museum dan masjid-masjidnya. Bagaimana serunya tersesat beramai-ramai padahal membawa peta.
Ikuti kisah perjalanan dan petualangan di buku ini ya. Selamat membaca dan menikmati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar